Tuli atau Tunarungu? Mana yang Lebih Baik?

 


Penulis : Aida Amalia Soleha

Penyunting : Erika Putri


Dahulu penyebutan kata tuli merupakan hal yang lumrah dalam masyarakat. Bahkan, kata tuli juga digunakan dalam ragam ilmiah formal oleh para dosen dan peneliti. Akan tetapi, penyebutan kata tuli saat ini justru dimaknai secara berbeda ketika munculnya kata tunarungu. Bagi sebagian besar masyarakat, kata tunarungu dinilai lebih halus untuk digunakan sebagai sebutan bagi mereka yang tidak bisa mendengar daripada kata tuli. Penyebutan tunarungu juga dirasa lebih sopan jika dibandingkan dengan Tuli. Namun, apakah hal tersebut benar?


Tunarungu terdiri atas tuna dan rungu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tuna memiliki arti ‘rusak’ atau ‘cacat’ dan rungu berarti ‘pendengaran’. Dengan demikian, arti dari tunarungu adalah ‘rusak pendengaran’. Secara arti, kata tunarungu lebih dekat kepada perspektif medis yang berfokus pada kemampuan seseorang dalam mendengar. Seolah hal tersebut merupakan suatu penyakit yang harus disembuhkan. Adanya arti cacat atau rusak dalam kata tersebut juga memberi kesan sebagai suatu ketidaknormalan yang dapat membuat seseorang merasa terpinggirkan.


Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tuli memiliki makna ‘tidak dapat mendengar dan menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi’. Berdasarkan arti tersebut, kata tuli dirasa memiliki arti yang lebih netral. Kelompok masyarakat Tuli akan dianggap sebagai suatu kelompok yang memiliki identitas dan bahasanya sendiri. Dengan demikian, mereka akan merasa dirangkul sebagai suatu komunitas yang sama dengan komunitas lain di masyarakat sekitar yang dapat belajar, bekerja, dan berkomunikasi.


Fenomena penyebutan Tuli dan tunarungu ini merupakan salah satu contoh dari eufemisme. Menurut Agni (dalam Sulistyono, 2016) eufemisme merupakan pengungkapan kata-kata yang dianggap tabu atau dirasa kasar dengan kata kata lain yang lebih pantas atau dipandang halus. Saat ini, eufemisme banyak digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Mayoritas masyarakat menghaluskan kata sebagai cara mereka berkomunikasi. Namun sayangnya, tak semua kata yang dianggap halus itu benar-benar memiliki makna yang lebih baik dan tak jarang justru terjadi pergesaran makna dalam penggantian kata tersebut.


Setelah membaca paparan di atas, kalian jadi tahu, kan sebutan apa yang lebih baik digunakan? Mulai sekarang, yuk, biasakan memanggil teman-teman yang tidak bisa mendengar sebagai teman Tuli. Jangan biarkan eufemisme membuat teman-teman Tuli merasa terpinggirkan.


Sumber:
Sulistyono, Yunus. "The Structures and Functions of Euphemisms in 'Obituari' Rubric of Kompas Daily (Struktur dan Fungsi Eufemisme dalam Rubrik 'Obituari' Harian Kompas)." Leksema: Jurnal Bahasa dan Sastra 1.2 (2016): 73-79.

Posting Komentar

0 Komentar