Datang Aksi Kamisan dan Rasakan bahwa Tiap Kamis adalah Hari Kasih Sayang

Penulis : Isaura Ranti

Penyunting : Annisa Salma

Pernah dengar tentang Aksi Kamisan? 


Bagi kamu yang aktif di sosial media dan kerap menyantap isu sosial politik, mungkin Aksi Kamisan sudah tidak asing lagi di telinga. Bagi sebagian yang lain, mendengar kata aksi saja sudah membuat sangsi sendiri, menimbulkan kesan bahwa sebuah ‘aksi’ merupakan kegiatan yang anarkis dan destruktif. Namun, berbeda dengan Aksi Kamisan. Kali ini, akan aku perkenalkan sebuah aksi yang paling cantik, damai, dan penuh kasih: Aksi Kamisan namanya. 


Aksi Kamisan pertama kali digelar di Jakarta pada 18 Januari 2007 sebagai bentuk protes dari para keluarga korban Tragedi 1965, Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13–15 Mei 1998, Kasus Talangsari, Kasus Tanjung Priok, dan pembunuhan aktivis Munir Said Thalib. Aksi ini diprakarsai oleh keluarga korban pelanggaran HAM, yakni Maria Katarina Sumarsih, ibu Wawan, korban penembakan Peristiwa Semanggi I; Suciwati, istri Munir Said Thalib; dan Bedjo Untung, Korban Tragedi 1965 yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Aksi Kamisan identik dengan warna hitam dan payung hitam. Kini, Aksi Kamisan sudah berumur 18 tahun. Dan selama 18 tahun lamanya, keluarga korban bersama masyarakat terus berdiri dengan tabah di depan Istana Negara demi menuntut keadilan dari negara yang tak kunjung terlihat hilalnya.


Aksi Kamisan diadakan setiap hari Kamis pukul 3–5 sore. Mulanya, Aksi Kamisan hanya diadakan di Jakarta. Namun, kini, Aksi Kamisan juga telah tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua, bahkan New York dan Melbourne. Setiap Kamis sore, dengan pakaian dan payung hitam, di tengah panas maupun hujan, semua orang yang hadir di Aksi Kamisan bersuara demi menuntut kejelasan akan kasus-kasus pelanggaran HAM oleh negara. Payung hitam yang dibuka selama aksi tidak hanya untuk melindungi dari teriknya matahari yang menyengat atau libas hujan yang membasahi, tetapi juga sebagai simbol bahwa negara telah gagal melindungi hak-hak warganya.  



Di Aksi Kamisan, kamu bisa hadir dan bergabung sebagai apa saja: sebagai dirimu sendiri, sebagai bagian dari kelas dan mata kuliahmu, sebagai bagian dari sebuah organisasi atau gerakan kolektif, atau bahkan hanya sebagai penonton. Di Aksi Kamisan, bentuk perlawanan yang bisa kamu beri juga bisa berupa apa pun yang kamu inginkan: sebuah orasi, puisi, nyanyian, atau bahkan sekadar diammu di tempat–sebab kesediaan waktumu untuk hadir di Aksi Kamisan juga merupakan sebuah suara, dan akan kian melantang seiring dengan banyaknya orang yang hadir dan turut memupuk harapan bersama.


Aksi Kamisan merupakan sebuah aksi yang penuh cinta. Di Aksi Kamisan, orang-orang berdiri untuk merawat ingatan dan menolak lupa bahwa telah banyak ketidakadilan yang terus dijatuhkan oleh negara pada warganya, dan tak ada sekalipun niat mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Impunitas terus dirawat dan dilanggengkan, kesejahteraan hanya menjadi milik mereka yang berkuasa. 



Datang dan saksikan, bahwa Aksi kamisan merupakan aksi yang damai dan penuh kasih. Sebab di dalamnya ada begitu banyak duka dari korban yang hilang dan dibunuh secara tidak adil, ada tanah yang dijarah dan hak hidup yang dirampas, serta tangan-tangan dan suara-suara yang dibungkam, yang kemudian ditransformasikan menjadi sebuah bentuk cinta pada sesama korban. Aksi Kamisan adalah sebuah lambang keteguhan. Sudah 18 tahun Aksi Kamisan berdiri, orang-orang hadir silih berganti, dan hingga keadilan datang suatu hari nanti, Aksi Kamisan akan teguh berumur panjang dan terus berdiri. 


Kalau kamu belum pernah datang, coba sempatkan waktu dan sesekali rasakan betapa perjuangan menuntut keadilan merupakan seperti mustahil sedangkan yang menguatkan kita hanyalah rengkuh dan harapan. Kenakan baju hitammu dan lihat bagaimana di Aksi Kamisan, semua orang bersolidaritas. Mereka telah menjadi satu keluarga dan sahabat lama, yang berjuang dan terus melawan dengan cara sederhana: berkumpul dan menggaungkan suara.





Referensi:

Amnesty Indonesia. (2023). Cerita Bu Sumarsih: Cinta untuk Wawan, Bara Api Perlawanan. Amnesty International Indonesia https://www.amnesty.id/referensi-ham/artikel-ham/11964-2/01/2023/ 

Octavia, S. A. (2025). Cerita Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat Merawat Aksi Kamisan hingga Memasuki Tahun ke-18. Tempo https://www.tempo.co/politik/cerita-keluarga-korban-pelanggaran-ham-berat-merawat-aksi-kamisan-hingga-memasuki-tahun-ke-18-1194703

Posting Komentar

0 Komentar